Rabu, 29 Agustus 2012

Sikap Pemimpin by Dadang Kadarusman


1.      Kinerja anak buah itu tanggungjawab kita. Teori kepemimpinan manapun sama-sama memegang teguh system nilai ini: baik dan buruknya kinerja anak buah adalah tanggungjawab pemimpinnya. Teori saja berkata seperti itu. Apalagi prakteknya. Kenyataannya memang tidak ada seorang pemimpin pun yang bisa berlepas tangan dari kualitas kerja anak buahnya. Kalau ada pemimpin yang menimpakan kesalahan pada anak buahnya, sebenarnya dia sedang menunjukkan bahwa dirinya itu bukanlah pemimpin yang baik bagi anak buahnya. Makanya, untuk menjadi seorang pemimpin yang baik, kita mesti benar-benar memegang teguh prinsip ini. Kitalah yang bertanggungjawab atas baik dan buruknya kinerja anak buah kita. Tanggungjawab itu tidak berarti semua resikonya kita telan sendiri. Melainkan, menjalankan tugas kepemimpinan kita untuk mengembangkan anak buah supaya terhindar dari kesalahan itu, atau bisa memperbaikinya agar tidak terjadi lagi di kemudian hari.
2.      Lari dari tanggungjawab itu tanda tidak ksatria.  Tahukah Anda apa kebalikan dari kata ‘kstaria’? Sejauh yang saya tahu sih; ‘pengecut’. Mungkin saya keliru. Tetapi, tentu kita sepakat bahwa seorang pemimpin itu mestinya memiliki jiwa kstaria. Berdasarkan kaidah ilmu kepemimpinan tadi, kita menyadari bahwa; menimpakan kegagalan kinerja sebagai kesalahan anak buah kita adalah salah satu bentuk lari dari tanggungjawab kepemimpinan kita. Oleh karenanya, itu bukan sikap ksatria. Bukan berarti kita tidak pantas jadi pemimpin, melainkan; kita, mesti menghindari kebiasaan cuci tangan seperti itu. Artinya, kita mesti belajar bertanggungjawab terhadap baik dan buruknya kinerja anak buah kita. Karena itu adalah ciri bahwa kita memiliki jiwa ksatria, sehingga kita layak untuk menjadi pemimpin bagi mereka.
3.      Mengobral kekurangan bawahan itu membuka aib sendiri. Bukan satu atau dua kali saja kita melihat contoh pemimpin yang gemar bicara tentang kelemahan anak buahnya. Baik di media televisi, atau dalam rapat-rapat bisnis. Mereka mengira, dengan cara itu bisa menunjukkan bahwa mereka sudah memimpin dengan baik. Padahal, logika sederhana pun percaya bahwa; jika mereka sudah memimpin dengan baik, maka kesalahan anak buah seperti itu tentu bisa diminimalisir. Oleh karenanya, kita tidak pernah kekurangan contoh nyata atas perilaku yang perlu kita hindari sebagai seorang pemimpin. Mereka adalah contoh buruk yang bagus dijadikan pelajaran. Coba ingat kembali; apa pendapat Anda tentang pemimpin yang suka mengobral kekurangan bawahannya? Negatif, bukan? Maka begitu pula penilaian orang lain kepada kita, jika kita melakukan hal yang sama. Maka hindarilah mengobral kekurangan bawahan, karena itu hanya akan semakin membuka aib diri kita sendiri.
4.      Forum umum itu untuk pertanggungjawaban umum.  Ada kalanya sebagai seorang pemimpin kita memang dituntut untuk bicara di forum umum. Dalam rapat eksekutif. Dalam Business Review Meeting. Dalam konferensi pers. Setiap kali berada dalam forum umum itu, penting untuk selalu mengingat bahwa forum umum itu tidak diperuntukan bagi pemimpin yang ingin ‘pamer kebersihan diri’. Forum umum adalah tempat dimana kita sebagai pemimpin menjelaskan ‘hasil’ atau ‘dampak’ dari pola kepemimpinan yang kita terapkan. Artinya, itu adalah forum untuk melaporkan kinerja kita. Bukan untuk menelanjangi anak buah kita. Kalau pun ada anak buah yang kurang bagus, di forum itu mesti kita tunjukkan bahwa; kitalah yang paling bertanggungjawab untuk memperbaikinya. Makanya, seorang pemimpin itu pantang mengkritik anak buahnya di forum umum. Karena jika itu dilakukan, malah terlihat sekali jika sebagai pemimpin dia tidak menjalankan fungsinya.
5.      Mengoreksi anak buah itu ada forumnya tersendiri. Semua uraian kita itu sama sekali tidak mengandung arti bahwa setiap kesalahan anak buah mesti kita tutupi. Justru sebaliknya, setiap kesalahan bawahan mesti dikoreksi. Namun, sebagai pemimpin, kita mesti memahami bahwa untuk mengoreksi anak buah itu ada forum yang tepat. Dan itu bukanlah forum umum. Jadi forum seperti apa? Jika hal itu menyangkut kinerja bersama atau ada kaitannya dengan proses koordinasi, maka forum yang tepat adalah yang dihadiri oleh semua anggota kelompok terkait. Misalnya, semua supervisor diteam kita, hadir. Koreksi disitu. Selain bagus untuk proses koordinasi, bagus juga untuk pelajaran bagi orang lain. Tapi, jika hal itu tidak ada kaitannya dengan anggota team yang lain, maka forum yang tepat untuk mengoreksinya adalah pembicaraan 4 mata. Mau Anda sebut coaching, counseling atau apapun; silakan saja. Dengan begitu, kita tidak sembarangan asal njeplak mengoreksi anak buah, hanya karena kita ingin terlihat sebagai boss yang bersih.
Ada contoh menarik yang ditunjukkan oleh Jethro Gibbs, saat anak buahnya gagal menjalankan tugas. Ketika orang-orang mempersalahkan dan menuntut pengunduran diri anak buahnya, Gibbs mengatakan;”Sayalah yang menugaskan dia melakukan pekerjaan itu. Dan sayalah yang paling bertanggungjawab atas hasilnya. Jika Anda ingin menuntut pertanggungjawaban, tujukan pada saya. Bukan pada anak buah saya.”  Setelah itu, dikantornya: Gibbs menelisik anak buahnya; “Bagaimana ceritanya kok elo bisa gagal menjalankan tugas itu?” Sedaaap sekali kalau punya atasan seperti itu, ya. Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita berani mengambil tanggungjawab atas hasil dari proses kerja anak buah yang kita pimpin. Dan sudahkan kita mengembangkan mereka sesuai porsi, proporsi, dan situasinya? Ayo, kita tingkatkan lagi kemampuan kepemimpinan kita. Insya Allah, bisa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.